Makalah || Hadits Maudhu’

MAKALAH Hadits Maudhu’

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

bantalmateri.com – Sebagai seorang muslim tentunya kita harus mencintai Rasulullah dan mengikuti sunnahnya, karena beliau merupakan utusan Allah SWT. Terkait dengan sunnah, sebagian orang sering mengatakan bahwa sunnah sama dengan Hadits. Padahal antara sunnah dengan Hadits tidaklah sama pengertiannya. Hadits dapat dikatakan sebagai sunnah nabi yang di bukukan. Terkait dengan hal tersebut, sekarang ini banyak timbulnya hadits maudhu’ (hadits palsu). Padahal dalam sabda nabi Muhammad, ”Siapa berdusta atas namaku, bersiap-siaplah ia untuk tinggal ke neraka”. Pernyataan tersebut mempunyai pengertian bahwa kedustaan yang dimaksud bisa berbentuk membuat kepalsuan yang disandarkan kepada nabi Muhammad atau yang lainnya. Dengan adanya pemalsuan hadits ini, maka para tokoh hadits harus lebih cermat dalam menetapkan sutu hadits.

Makalah

Dalam makalah ini, akan dibahas tentang Hadits Maudhu’ yang secara rinci sehingga dapat memudahkan pembaca dalam mempelajarinya.

1.2. Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian Hadits Maudhu’?
  2. Bagaimana sejarah munculnya Hadits maudhu’?
  3. Apakah faktor penyebab munculnya Hadits Maudhu’?
  4. Bagaimana tanda-tanda Hadits Maudhu’?
  5. Apakah Kitab-kitab yang memuat Hadits Maudhu’?
  6. Siapakah tokoh-tokoh yang membuat Hadits Maudhu’?
  7. Bagaimana upaya menanggulangi Hadits Maudhu’?

1.3. Tujuan

  1. Untuk mengetahui pengertian Hadits Maudhu’.
  2. Untuk mengetahui sejarah munculnya Hadits Maudhu’.
  3. Untuk mengetahui faktor munculnya Hadits Maudhu’.
  4. Untuk mengetahui tanda-tanda Hadits Maudhu’.
  5. Untuk mengetahui kitab-kitab yang memuat Hadits Maudhu’.
  6. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang membuat Hadits Maudhu’.
  7. Untuk mengetahui upaya penanggulangan Hadits Maudhu’.

Semoga Bermanfaat 😁

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hadits Maudhu’

bantalmateri.com – Hadis maudhu' merujuk pada hadis palsu atau rekayasa yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad (Nik Suhaili Binti Nik Fauzi et al., 2022; Siti Marpuah & Farah Darwisyah binti Ahmad Zamree, 2019). Rekayasa ini muncul karena berbagai faktor, termasuk musuh-musuh Islam, fanatisme kelompok, ketidaktahuan, dan mencari ketenaran (Siti Marpuah & Farah Darwisyah binti Ahmad Zamree, 2019). Baik Muslim maupun non-Muslim telah terlibat dalam rekayasa hadis untuk motif dan kepentingan yang berbeda (Achmad, 2020; Abdullah Masud, 2021). Penyebaran hadis maudhu' telah diperburuk oleh teknologi informasi dan komunikasi, dengan banyak Muslim berbagi informasi yang tidak diverifikasi (Nik Suhaili Binti Nik Fauzi et al., 2022). Hadits-hadits palsu ini dapat berdampak buruk pada keimanan, praktik, dan moralitas umat Islam (Siti Marpuah & Farah Darwisyah binti Ahmad Zamree, 2019). Para ulama menekankan pentingnya verifikasi keaslian hadits dan memperingatkan agar tidak menggunakan atau meriwayatkan hadits maudhu', kecuali untuk tujuan penelitian (Abdullah Masud, 2021).
Kata Mawdhu’ dari akar kata وَضَعَ يَضَعُ وَضْعًا فَهُوَ مَوْضُوْعٌ = di letakkan, di biarkan, di gugurkan, di tinggalkan dan di buat-buat (Abdul Majid Khon, 2010).
Hadist mawdhu’ adalah hadist yang di buat-buat, diada-adakan berupa kedustaan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW (Umi Sumbulah, 2010). Hadist palsu itu di buat semata mata berpegang kepada pikiran sendiri bukan diambil dari perkatan Rosulullah. Mereka membuat kata kata itu hanya semata di buat untuk orang lain agar menyakini dan menerimanya sebagai dasar hukum islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam buku lain dapat dikatakan juga bahwa, Hadits Maudhu’ didefinisikan sebagai hadis yang di buat dan dihubungkan kepada Nabi SAW, atau kepada sahabat, atau kepada tabi’in, dan materinya bersifat mendustakan. Isi hukum dari hadist ini haram untuk diriwayatkan, kecuali di buat kepada seseorang agar takut tidak membuat hadist mawdhu’. Hadis Maudhu’ dapat didefinisikan melalui criteria sebagai berikut (Muhammad Alawi Al-Maliki, 2009):
Adanya pengakuan yang jelas dari pembuatnya bahwa hadis yang diriwayatkan itu maudhu’; susunan lafadznya sangat buruk; makna hadis itu rusak, hadis itu bertentangan dengan Al-Qur’an sunnah mutawatir; ijmak.

2.2. Sejarah munculnya Hadits Maudhu’

Munculnya hadis maudhu' (hadis rekayasa) dapat ditelusuri dari berbagai faktor, termasuk upaya musuh Islam untuk melemahkan keaslian hadis, fanatisme kelompok, kecerobohan dalam meriwayatkan hadis, dan ketidaktahuan akan ajaran Islam yang sebenarnya (Marpuah & Zamree, 2019). Hadis rekayasa ini memiliki efek yang merugikan pada iman, praktik, dan moral umat Islam. Metode penafsiran Al-Qur'an maudhu'i (tematik), meskipun dipraktikkan sejak zaman klasik, menjadi terkenal di era modern sebagai respons terhadap tantangan baru (Fahimah, 2023). Metode ini melibatkan langkah-langkah sistematis seperti memilih topik, mengidentifikasi ayat-ayat yang relevan, dan menganalisis maknanya (Awadin & Hidayah, 2022). Meskipun memiliki beberapa keterbatasan, pendekatan maudhu'i dianggap praktis, dinamis, dan efektif dalam menangani isu-isu kontemporer (Awadin & Hidayah, 2022). Perkembangannya sebagai suatu metodologi tersendiri terutama dikaitkan dengan tafsir Al-Quran modern-kontemporer (Apriani & Irmayanti, 2024).
Kegiatan pemalsuan hadis, menurut pendapat mayoritas ulama, mulai muncul dan berkembang pada masa Khalifah Ali bin Abi Talib (M.Alfatih Suryadilaga, 2010).
Hadist ini timbul karena perpecahan kelompok antara ali dan Mu’awhiah yang disebabkan oleh persoalan politik.Umat islam terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu Syi’ah, Khawarij dan Sunni. Mereka ingin menjadi kelompok besar dan paling benar, mencari masa sebanyak banyaknya dengan cara memberikan masukan atau ceramah kepada mereka berdasarkan dalil al quran dan hadist. Jika tidak di ketemukan ayat atau hadist mereka membuat sendiri mencoba memberikan interpretasi membuat hadist sendiri (mawdhu’). Namun pada masa itu kebanyakan hadist tersebar karena fitnah dan bid’ah. Dan merajalelanya perkembangan hawa nafsu yang sangat pesat kemudian mereka membuat hadist itu untuk membenarkan dan membela bid’ah itu. Tetapi sebagian sahabat menjauhkan dari itu. Para sahabat sangat mencintai Rosulullah dan mereka rela mengorbankan seluruh jiwa dan raga nya untuk kepentingan agama. Mereka hidup penuh perhatian kejujuran, selalu meneladani dan menjalankan sunnah-sunnah yang telah diajarkan oleh Rosulullah kepada mereka.
Demikian pada masa tabi’in mereka sangat teguh beragama bersungguh sungguh dalam meriwayatkan dalam kehidupan mereka dengan sifat kejujuran. Hadist mawdhu’ hanya ditimbulkan dari sebagian kelompok orang-orang bodoh yang bergelut dalam bidang politik yang mengikuti hawa nafsu nya untuk menghalalkan segala cara (Abdul Majid Khon, 2010).

2.3. Faktor Penyebab Munculnya Hadits maudhu’

Hadits maudhu' adalah pernyataan palsu atau rekayasa yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad, yang menimbulkan ancaman signifikan terhadap ajaran Islam (Siti Marpuah & Farah Darwisyah binti Ahmad Zamree, 2019). Beberapa faktor yang menyebabkan munculnya hadits palsu ini, termasuk musuh-musuh Islam yang berusaha merusak keaslian hadits, fanatisme kelompok, narasi yang ceroboh, dan ketidaktahuan tentang ajaran Islam yang benar (Siti Marpuah & Farah Darwisyah binti Ahmad Zamree, 2019). Penyebaran hadits maudhu' memiliki efek yang merugikan pada iman umat Islam, praktik Syariah, dan moral (Siti Marpuah & Farah Darwisyah binti Ahmad Zamree, 2019). Para ulama telah menerapkan strategi untuk memerangi masalah ini, seperti melakukan studi khusus tentang ilmu hadits dan memberikan bimbingan kepada para pendakwah (A. Wahid, 2018). Maraknya teknologi informasi dan komunikasi telah memudahkan tersebarnya hadis-hadis palsu, sehingga menekankan perlunya peningkatan kewaspadaan dan upaya autentikasi di kalangan umat Islam (Nik Suhaili Binti Nik Fauzi dkk., 2022).
Berikut Faktor yang menjadi penyebab terjadinya hadis maudhu’:
  1. Faktor Politik
  2. Sebagaimana keterangan di atas bahwa awal hadist mawdhu ditimbulkan akibat dampak konflik internal antar umat Islam awal yang kemudian menjadi terpecah ke beberapa sekte. Dalam sejarah sekte pertama yang menciptakan hadist mawdhu’ adalah syi’ah. Hal ini diakui oleh syi’ah sendiri, misalnya seperti kata Ibnu Abu AL Hadid dalam Syarah Nahju Al-Balaghah bahwa asal usul kebohongan dalam hadis hadis tentang keutamaan adalah sekte Syiah. Setelah hal itu diketahui oleh kelompok Bakariyah merekapun membalasnya dengan membuat hadis mawdhu pula.
    Di antara kepentingan syiah dalam membuat hadist mawdhu adalah menetapkan wasiat Nabi bahwa Ali adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah setelah beliau dan menjatuhkan lawan politik yaitu Abu Bakar, Umar, dan lain lain Misalnya:
    “Wasiatku, tepat rahasiaku, khalifahku pada keluargaku, dan sebaik orang yang menjadi khalifah adalah Ali”
    Kemudian dibalas oleh sekte Sunni ,dengan hadist yang di mawdhu’ kan pada Abdullah bin Abu Aufha berkata : Aku melihat Nabi duduk bersandar pada Ali kemudian Abu Bakar dan Umar dating maka nabi bersabda:
    “Hai Abu AL Hasan! Cintai mereka,maka dengan mencintai mereka engkau masuk surga”
    Sekte khawarij lebih bersih dari pe-wadhu hadis karena menurut mereka bohong termasuk dosa besar dan pelaku dosa besar dihukumi kafir.
  3. Usaha dari musuh Islam untuk merusak dan menghancurkan Islam
  4. Di tengah pengolakan politik, mereka yang tergolong kafir zindik berusaha untuk menghancurkan islam. Mereka tidak berhasil memasukkan tambahan tambahan ke dalam al Quran yang terjaga otentisitasnya. Oleh karena itu mereka menyelipkan ajaran bathil melalui hadist.
  5. Fanatik Kabilah Kebebasan dan Kultus individu terhadap imam dan Madhhabnya
  6. Munculnya hadist palsu tentang kesukuan berawal dari pengaruh ashabiyah yang dipraktikan oleh Bani Umaiyah dalam system pemerintahan mereka. Di samping itu juga terdapat hadist palsu akibat fanatisme tehadap pendapat para imam, baik dalam persoalan hukum maupun teologi. Misalnya:
    مَنْ رَ فَعَ يْدَ يْهِ فِي ا لرُّكُوْعِ فَلاَ صَلاَ ةَ لَهُ
    Artinya: “Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya ketika rukuk,maka tidak sah shalatnya.”
    Masalah angkat tangan pada saat rukuk atau bangun dari rukuk dan atau perpindahaan gerakan shalat bersama takbir intiqal, menjadi perbedaan antar madzab ada yang mewajibkan dan ada yang menilai sunnah.
  7. Memikat masyarakat dengan cerita dan nasehat
  8. Para juru cerita dan pemberi nasehat di penghujung masa al-Rasyidin telah mulai membuat beberapa periwayatan yang seolah olah dari Rosulullah dengan menempelkan sanad seolah olah hadist benar dari Rosulullah. Diantara hadist nabi yang di buat oleh para ahli cerita adalah hadist tentang alasan bagi mereka yang mengucapkan kalmiah thayyibah.
  9. Keinginan seseorang untuk berbuat baik dengan jalan membodohi agama
  10. Ada sejumlah orang yang membuat hadist dengan minat cukup besar untuk mendapat pahala ibadah. Di pihak lain umat di nilai telah semakin jauh mengejar hal hal yang bersifat duniawi, sehingga para ahli ibadah dan zuhud mencoba menarik mereka kembali dengan jalan membuat hadis hadis palsu tentang keutamaan surat al-Quran atau tentang keutamaan ibadah pada bulan dan hari hari tertentu.
  11. Kecenderungan sementara orang kepada kemauan penguasa
  12. Pemalsuan hadis dalam hal ini dijadikan sebagai ajang mencari muka di hadapan penguasa atau pejabat. Seseorang akan membuat pernyataan yang didasarkan kepada Nabi Muhammad guna mendukung keinginan penguasa atau pesan sponsor.

2.4. Tanda-Tanda Hadits Maudhu’

Hadits maudhu' adalah hadits palsu atau rekayasa yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad (Siti Marpuah & Farah Darwisyah binti Ahmad Zamree, 2019). Hadits-hadits ini dianggap sebagai hadits yang kualitasnya paling buruk dan dilarang diriwayatkan tanpa memberikan penjelasan tentang kepalsuannya (Ilham Tanzilulloh, 2019). Penyebaran hadits maudhu' difasilitasi oleh teknologi informasi dan komunikasi, sehingga banyak umat Islam yang menyebarkannya tanpa memeriksa keasliannya (Nik Suhaili Binti Nik Fauzi et al., 2022). Faktor-faktor yang menyebabkan munculnya hadits maudhu' antara lain musuh-musuh Islam, fanatisme kelompok, dan ketidaktahuan akan ajaran Islam yang benar (Siti Marpuah & Farah Darwisyah binti Ahmad Zamree, 2019). Hadits-hadits palsu ini dapat merusak keimanan, moral, dan praktik keagamaan umat Islam (Siti Marpuah & Farah Darwisyah binti Ahmad Zamree, 2019). Untuk menanggulangi hal tersebut, para ulama telah melakukan berbagai strategi, seperti melakukan kajian khusus tentang ilmu hadis dan memberikan bimbingan kepada para da'i yang menjadikan hadis maudhu' sebagai rujukan (A. Wahid, 2018).
Berikut tanda-tanda Hadits Maudhu'
  1. Tanda tanda maudhu’ pada sanad
  2. a. Pengakuan pembuatnya sendiri
    Yaitu bahwa ia telah memalsukan hadist dan ia menyebutkan hadist yang di palsukan. Sebagaimana pengakuan Abu ‘ismah Nuh ibn Maryam tentang hadist keutamaan alquran yang di sandarkan pada Ibnu ‘Abbas ra.
    b. Adanya bukti menempati pengakuan.
    Seperti seseorang yang meriwayatkan hadits dengan ungkapan yang mantap serta menyakinkan dari seorang syaikh padahal dalam sejarah ia tidak pernah bertemu.
    c. Kedustaan perawi
    Perawi itu terkenal berdusta dalam meraiwayakan hadist dan riwayatnya tidak pernah diriwayatkan oleh perawi yang terpecaya.
    d. Adanya bukti pada keadaan perawi
    Seperti yang disandarkan Al-hakam dari saif bin Umar al-Tamimi, aku di sisi Sa’ad bin Tharif, ketika anaknya pulang dari sekolah menangis, ditanya bapaknya: ”mengapa engkau menangis?”, Anaknya menjawab “dipukul gurunya”. Lantas Sa’ad berkata "Sungguh saya bikin hina mereka sekarang” Memberitakan kepadaku Ikrimah dari Ibnu abbas secara marfu’:
    مُعَلَّمُوْا صِبْيَا شِرارُكُمْ اقَلُّهُمْ رَحْمَةَّ للِيَتِيْمِ وَأ غْلَظُهُمْ عَلَى الْمَسَا كِيْنَ
    Guru-guru anak kecilmu adalah orang yang paling jelek diantara kamu. Mereka paling sedikit sayangnya terhadap anak yatim dan yang paling kasar terhapap orang –orang miskin.
    Ibnu Hibban berkomentar: ”Ia memalsukan Hadits”.
  3. Tanda tanda maudhu’ pada Matan
  4. a. Kerancuan Redaksi
    b. Kerancuan makna, karena:
    1) Bertentangan dengan akhlak
    2) Bertentangan dengan akal terhadap Allah
    3) Menyalai disiplin sebuah ilmu
    4) Bertentangan dengan fakta sejarah
    5) Bertentangan dengan petunjuk al qur an
    6) Meneranagkan pahala yang sangat besar untuk amal perbuatan yang ringan atau sepele.

Semoga Bermanfaat 😁

2.5. Kitab yang Memuat Hadits Maudhu’

Makalah tersebut membahas hadis maudhu' (hadis palsu) dan dampaknya terhadap praktik Islam. Kitab al-Yawaqit wa al-Jawahir fi 'Uqubah Ahli al-Kabair, kitab Jawi yang banyak digunakan, memuat 32 hadits maudhu' dari 87 hadits (Mohd Fauzi Mohd Amin et al., 2018). Al-La'alli al-Mashnu'ah fi al-Ahadis al-Maudhu'ah karya Al-Suyuthi menyusun hadits maudhu' disertai tafsir, mengkritisi karya Ibnu al-Jauzi (Jendri, 2020). Faktor penyebab munculnya hadis maudhu' antara lain musuh Islam, fanatisme kelompok, dan ketidaktahuan terhadap ajaran Islam yang sebenarnya (Marpuah & Zamree, 2019). Hadits palsu ini dapat merusak keimanan, praktik syariah, dan moral umat Islam. Hadits maudhu' dianggap sebagai hadits dengan kualitas terburuk dan dilarang diriwayatkan tanpa memberikan penjelasan kepalsuannya (Tanzilulloh, 2019). Para ulama menekankan pentingnya verifikasi hadits secara cermat untuk mencegah penyebaran informasi palsu yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad.
Berikut kitab-kitab yang memuat hadis maudhu’:
  1. Tadzkiirtu Al-Maudhuu’at oleh Muhammad bin Thahir Al-Fathani Al-Hindi (wafat tahun 986). Kitab ini terdiri dari dua macam, yaitu Tadzkiirtu Al-Maudhuu’ati Al-kubraa, dan Tadzkiirtu Al-Maudhuu’ati Al-Sughraa.
  2. Al-Hibatu Al-Saniyyatu Wa Al-Asraru Al-Marfuu’atu, oleh Ali bin Sulthon Al-Qaari (wafat tahun 114 H.). Dia juga menyusun kitab lain mengenai hadis maudhu’ dengan judul Al-Mashnuu’.
  3. Al-Fatwaaidu Al Majnuu’ah ,oleh Al Qodhi Muhammad bin Al Syaukani(Wafat tahun 1250 H).
  4. Al Lu’lu’u Al Marshu’ oleh Abu Al Mahasin Muhammad bin Khalil Al Qhaikaji (Wafat 1305).
  5. Al Baits ‘ala Al Khalas min Hawadis Al Qashash ,karya Zainuddin Abdurrahman Al Iraqi (725-806 H).

2.6. Tokoh Pemalsu Hadits

Pemalsuan hadis telah menjadi isu penting dalam kajian Islam, dengan berbagai motif yang mendorong baik Muslim maupun non-Muslim untuk membuat hadis palsu (Masud, 2021; Malaka, 2021). Praktik ini dimulai sejak awal sejarah Islam, meskipun para ulama memperdebatkan garis waktu yang tepat (Masud, 2021; Malaka, 2021). Menariknya, bahkan kumpulan hadis yang dihormati seperti Sahih Al-Bukhari mengandung narasi dari periwayat yang bermasalah, yang menantang metode otentikasi tradisional (Zulfarizal, 2022). Pendekatan Al-Bukhari lebih berfokus pada isi hadis daripada hanya pada keandalan perawi (Zulfarizal, 2022). Terlepas dari tantangan ini, banyak ulama, termasuk perempuan, telah memainkan peran penting dalam transmisi hadis. Misalnya, al-Rubayyi binti Muawwidz, seorang sahabat perempuan Nabi Muhammad, berkontribusi secara signifikan terhadap narasi hadis, menunjukkan kebijaksanaan dan dedikasinya terhadap Islam (Alawiah et al., 2024). Hal ini menyoroti pentingnya mengenali keberagaman suara dalam kajian hadis dan perlunya pemeriksaan cermat terhadap autentisitas hadis.
Di antara para pendusta hadis yang diketahi setelah penelitian yang dilakukan oleh para ulama, adalah sebagai berikut:
  1. Aban bin Ja’far Al-Numaiqi, membuat 300 buah hadis yang disandarkan kepada Abu Hanifah.
  2. Ibrahim bin Zaid Al-Aslami, membuat hadist disandarkan dari Malik.
  3. Ahmad bin Abdullah Al Juaini, juga membuat beribu ribu hadis kepentingan kelompok Al-karromiah.
  4. Jabir bin Zaid Al Jua’ membuat tiga puluh ribu buah hadist.
  5. Nuh bin Abu Maryam ,membuat hadis mawdhu’ tentang fadhail surat surat dalam al qur’an.

2.7. Upaya Penanggulangan Hadits Maudhu’

Hadits maudhu' merujuk pada hadits palsu atau rekayasa yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad, yang menimbulkan ancaman signifikan terhadap ajaran Islam (Marpuah & Zamree, 2019; Tanzilulloh, 2019). Rekayasa ini muncul karena berbagai faktor, termasuk musuh-musuh Islam, fanatisme kelompok, dan ketidaktahuan akan ajaran Islam yang benar (Marpuah & Zamree, 2019). Penyebaran hadits maudhu' diperburuk oleh munculnya teknologi informasi dan komunikasi, dengan banyak Muslim yang membagikan hadits yang tidak diverifikasi secara daring (Nik Fauzi et al., 2022). Untuk mengatasi masalah ini, para ulama telah menerapkan strategi seperti melakukan studi khusus tentang ilmu hadits dan memberikan bimbingan kepada para pendakwah yang merujuk pada hadits palsu (Wahid, 2018). Sangat penting bagi umat Islam untuk berhati-hati ketika berbagi konten keagamaan dan untuk memverifikasi keaslian hadits sebelum menyebarkannya (Nik Fauzi et al., 2022). Hadits maudhu' dianggap sebagai hadits yang kualitasnya paling buruk dan tidak dapat dijadikan sumber dalam hukum Islam (Tanzilulloh, 2019).
Berikut upaya yang dilakukan untuk menanggulangi hadis maudhu’:
  1. Memelihara sanad Hadist
  2. Dalam rangka memelihara sunah siapa saja yang mengaku mendapat sunah harus disertai dengan sanad jika tidak disertai sanad maka suatu hadis tidak dapat diterima. Keharusan sanat dalam menerima hadist bukan pada orang-orang khusus saja bagi masyarakat umumpun saat itu mengharuskan menerimanya dengan sanad hal ini mulai berkembang sejak masa tabi’in hingga merupakan suatu kewajiban bagi suatu hadist menerangkan sanad hadist yang diriwayatkan.
  3. Meningkatkan kesungguhan penelitian
  4. Sejak masa sahabat dan tabi’in mereka telah mengadakan penelitian dan pemeriksaan hadist yang mereka dengar atau yang mereka terima jika hadist yang mereka terima itu meragukan dari sahabat yang langsung terlibat dalam permasalahan hadist, segera mereka melaksanakan rihlah sekalipun dalam jarak jauh untuk mengecek kebenarannya kepada para sahabat senior dalam kejadian hadist. Mereka saling mengingatkan dan bermudzakarah bersama sahabat lain agar tidak melupakan hadist dan mengetahui yang shoheh dan tidak shoheh.
  5. Mengisolir pada pendusta hadist
  6. Para ulama’ berhati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadist orang-orang yang dikenal sebagai penduta hadist dijauhi dan masyarakatpun dijauhkan dari padanya. Semua ahli ilmu juga manyampaikan hadist maudhu’ dan pembuatnya itu kepada murid-muridnya agar mereka menjauhi dan tidak meriwayatkan hadist dari padanya.
  7. Menerangkan keadaan para perawi
  8. Dalam membasmi hadis mahdhu’ para ahli hadis berusaha menelusuri sejarah kehidupan baik mulai dari lahir hingga wafat. Ataupndari segi sifat-sifat para perowi hadist dari yang jujur, adil dan andal daya ingatnya dan sebaliknya segingga dapat dibedakan mana hadist shahih dan mana yang tidak shahih.
  9. Memberikan kaidah-kaidah hadist
  10. Para ulama meletakkan dasar dasar secara metodologi tentang penelitian hadist untuk menganalisa otentisitasnya sehingga dapat diketahui mana yang shahih, hasan dhaif dan mawdhu’. Khaidah khaidah itu dapat dijadikan standar penilaian suatu hadist apakah suatu hadis memenui criteria sebagai hadist yang diterima atau tertolak.
  11. Pembukuan Hadis
  12. Sebagai disebutkan dalam sejarah pembukuan (tadwin) hadis bahwa pembukuan ini, yang secara resmi diprakarsai oleh Umar bin Abdul Aziz, dilatarbelakangi oleh kekhawatiran hilangnya hadis Nabi bersama dengan gugurnya para ulama penghafal hadis. Maka sekiranya upaya ini tidak diambil akan dulit dilacak, apakah sebuah informasi itu hadis. Tentu upaya ini bukan jalan satu-satunya untuk memilah hadis palsu dari yang otentik. Dalam catatan hadis itu masih kemasukan hadis-hadis yang diragukan otentitasnya. Namun upaya ini amat berharga untuk langkah berikutnya. Dalam perkembangannya selanjutnya dapat kita lihat bahwa pembukuan hadis ini semakin lama semakin sesuai harapan. Pada puncaknya adalah upaya yang dipelopori oleh Imam AL Bukhori dan murid-muridnya, imam muslim membukukan hadis yang shahih saja.
  13. Pembentukan ilmu-ilmu Hadis
  14. Ilmu ini menelusuri berbagai bidang:
    1. Bidang kualitas periwayat, darti sini akan diketahui apakah seorang periwayat tercela (majruh) sehingga hadisnya harus ditolah atau terpuji (adil) sehingga hadistnya layak disebarkan.
    2. Bidang persambungan sanad, disini ditelusuri apakah mata rantai sebuah hadis telah benar, artinya apakah seorang periwayat benar-benar bertemu dengan periwayat generasi sebelum dan sesudahnya apa tidak. Mata rantai periwayat yang bersambung terus menerus dari orang pertama hingga terakhir.
    3. Bidang jalur periwayatan. Artinya, para ulama Hadis berkepentingan mengetahui matan sebuah hadis diriwayatkan melelui beberapa jalur, dengan kata lain, perlu diketahui berapa jumlah periwayat hadis pada masing-masing generasi periwayat (thabaqat). Dari sini dapat diketahui apakah sebuah hadis itu dinilai mutawatir.
    4. Bidang sandaran Hadis. Di bidang ini diadakan penelusuran kepada siapa sebuah hadis disandarkan. Dengan penelusuran ini akan diketahui senbuah hadis disandarkan kepada Nabi (marfu’) atau disandarkan kepada Sahabat (maufuq) atau disandarkan kepadaa tabi;in (maqhtu). Sebab sebagai ditemukan di dalam kitab-kitab hadis, ternyata terdapat banyak fatwa Sahabat atau bahkan Tabi’in di dalamnya. Disamping tentu dari Nabi yang dominan.
  15. Menghimpun Biografi Para Periwayat Hadis
  16. Untuk mengetahui kualitas periwayat, baik itu yang pantas disiarkan hadisnya atupun yang dicacat, perlu ilmu untuk menelusuri riwayat hidup mereka.
  17. Perumusan Istilah-Istilah Hadis (musthalah al hadist)
  18. Pada intinya, musthalah Hadis merupakan ilmu untuk memberi istilah jerih upaya melaksanakan penelusuran hadis sebagai yang tercantum di dalam ilmu-ilmu Hadis. Setelah penelusuran itu selesai maka hadis itu diberi nama, mutawatir, ahad, masyhur. Dari sisi lain hadis diberi nama Shahih, hasan, dha’if.

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan

  1. Hadits Maudhu’ merupakan hadits yang sengaja dibuat dan disandarkan atas Nabi Muhammad SAW.
  2. Hadits Maudhu’ muncul disebakan oleh perpecahan kelompok antara kelompok Ali dengan Mu’awiyah akibat dari pertentangan politik.
  3. Hadits maudhu’ muncul karena berbagai factor diantaranya yaitu factor politik, usaha untuk menghancurkan umat islam dan lain-lain.
  4. Hadits Maudhu’ ditandai oleh berbagai macam, yaitu baik pada sanad dan matannya.
  5. Kitab yang memuat Hadits Maudhu’ itu banyak diantaranya Tadzkiirtu Al-Maudhuu’at, dan lain-lain.
  6. Tokoh–tokoh pemalsu hadits itu juga banyak diantaranya Ibrahim bin Zaid Al-Aslami, dan lain-lain.
  7. Untuk menanggulangi bertambah banyaknya hadits Maudhu’ maka diperlukannya penanggulangan, diantaranya memelihara sanad Hadits, pembukuan hadits, dan lain-lain.

3.2. Saran

Sebagai seorang muslim tentunya kita harus bisa membedakan antara Hadits yang soheh maupun yang asli, agar kita tidak terjerumus pada kesesetan.

REFERENSI

Abd Wahid. 2018. Strategi Ulama Mengantisipasi Penyebaran Hadist Maudhu' di Kecamatan Peureulak. substantia: jurnal ilmu-ilmu ushuluddin. 20(2). DOI: http://dx.doi.org/10.22373/substantia.v20i2.5151.
Abdul Majid Khon. Ulumul Hadis. (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 199.
Abdullah, Abdullah. 2018. “SEJARAH HADITS MAWDU' DALAM MUSTALAHUL HADITS”. Jurnal Keislaman 1 (1), 133-41. https://doi.org/10.54298/jk.v1i1.3356.
Achmad Achmad. 2020. Membongkar Hadits Maudhu’. Jurnal Keislaman, vol 3. no 1. pp. 25-33. DOI: https://doi.org/10.54298/jk.v3i1.3115.
Adi Pratama Awadin, Asep Taopik Hidayah. 2022. Hakikat dan Urgensi Metode Tafsir Maudhu’i. Jurnal Iman dan Spiritualitas. DOI: https://doi.org/10.15575/jis.v2i4.21431.
Ilham Tanzilulloh. 2019. DELEGITIMASI HUKUM ISLAM : Studi Terhadap Hadith Maudhu’. Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies. 1(2). DOI: https://doi.org/10.21154/syakhsiyyah.v1i2.2028.
Jendri. 2020. al-La'alli al-Mashnu'ah fi al-Ahadis al-Maudhu'ah. Jurnal Ulunnuha, 9(1). DOI: https://doi.org/10.15548/ju.v8i3.1158.
Laelati Dwina Apriani, and Irmayanti Irmayanti. 2023. Diskursus Tafsir Maudhua'i dalam Memahami Al-Qura'an. Jurnal Iman dan Spiritualitas. 3(4). DOI: https://doi.org/10.15575/jis.v3i4.31414.
M. Alfatih Suryadilaga, dkk. Ulumul Hadis. (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm. 66.
Malaka, Zuman. 2019. “SEKILAS TENTANG HADIS MAUDU'”. Jurnal Keislaman 2 (2), 132-40. https://doi.org/10.54298/jk.v2i2.3379.
Mohd Fauzi Mohd Amin, Kabiru Goje, Amiruddin Mohd. Sobali, and Nurul Asiah Fasehah Muhammad. 2018. Assessment of False Hadith in Kitab al-Yawaqit wa al-Jawahir fi' Uqubah Ahli al-Kabair by Muhammad Ali Bin Abdul Rasyid Bin Abdullah al-Jawi al-Qadhi al-Sambawi. Jurnal Sains Insani, 3(3). DOI: https://doi.org/10.33102/sainsinsani.vol3no3.72.
Muhammad Alawi Al-Maliki. Ilmu Ushul Hadis. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 141.
Neli Alawiah, Tajul Arifin, and Engkos Kosasih. 2024. Peran dan Kontribusi al-Rubayyi binti Muawwidz dalam Periwayatan Hadis: Kajian Tokoh Hadis. el-Sunnah: Jurnal Kajian Hadis dan Integrasi Ilmu, 5(2). pp. 214–266. DOI: https://doi.org/10.19109/elsunnah.v5i2.23172.
Nik Suhaili Binti Nik Fauzi, Mesbahul Hoque, and Kauthar Abd Kadir. 2022. SPREADING HADITH MAUDHU’ VIA INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGY: REASONS AND SUGGESTIONS. journal of hadith studies, vol 7, no 1. eISSN: 2550-1488. pp. 160-167. DOI: https://doi.org/10.33102/johs.v7i1.189.
Siti Fahimah. 2023. Metode Maudhu’i Dalam Menemukan Urgensitas Maknanya: Telaah Atas Sejarah dan Tokoh. Madinah: Jurnal Studi Islam. 10(2). DOI: https://doi.org/10.58518/madinah.v10i2.2024.
Siti Marpuah, and Farah Darwisyah binti Ahmad Zamree. 2019. KESAN HADIS MAUDHU’ DALAM AMALAN UMAT ISLAM. PERADA: jurnal studi aslam kawasan melayu, vol 2 no 1. DOI: https://doi.org/10.35961/perada.v2i1.27.
Umi Sumbulah. Kajian Kritis Ilmu Hadis. (Malan : UIN-Maliki Press, 2010), hlm. 129.
Zulfarizal, Z. (2022). PERIWAYAT KADZDZAB DALAM SAHIH AL-BUKHARI: Telaah Biografi Isma‘il bin Abi Uways. AL ISNAD: Journal of Indonesian Hadith Studies, 3(1), 1–15. https://doi.org/10.51875/alisnad.v3i1.121.

Semoga Bermanfaat 😁

Demikian soal serta penjelasan untuk Makalah - Hadits Maudhu’. Silahkan untuk berkunjung kembali dikarenakan akan selalu ada update terbaru 😊😄🙏. Silahkan juga untuk memilih dan mendiskusikan di tempat postingan ini di kolom komentar ya supaya semakin bagus diskusi pada setiap postingan. Diperbolehkan request di kolom komentar pada postingan ini tentang rangkuman atau catatan atau soal dan yang lain atau bagian hal yang lainnya, yang sekiranya belum ada di website ini. Terima kasih banyak sebelumnya 👍. Semoga bermanfaat dan berkah untuk kita semua. Amiiinnn 👐👐👐
Jangan lupa untuk 💏 SUBSCRIBE 👪 (Klik lonceng di bawah-kanan layar Anda) dan berikan komentar 💬 atau masukan serta share 👫 postingan ini ke teman-teman untuk berkembangnya https://www.bantalmateri.com/ ini 😀. Terima kasih dan semoga bermanfaat. 😋😆

Ahmad Qolfathiriyus Firdaus

We are bantalmateri.com that utilizes the internet and digital media in delivering material, questions and even the form of discussion. In the current generation, online learning methods (commonly called daring) are considered closer to students who are very integrated and difficult to separate from technology. The emergence of technology has also facilitated the implementation of schools even though students and educators alike have to adapt.

No comments:

Post a Comment